SETIAP 17 AGUSTUS WARGA SANGKANURIP CIREBON MELAKSANAKAN UPACARA BENDERA DI MAKAM RAJA SIAU

Bpk Rosta - Juru Pelihara Makam Raja Jacob Ponto

Photo:  Agus Mulyana

KOMPAQ.ID. SASAHARA. Sabtu, 18/8/2018.  Sekitar 427 tahun lalu, atau 354 tahun sebelum Indonesia Merdeka sebagai Negara, persisnya pada tahun 1591, seorang Datu di Kedatuan Siau bernama Winsulangi menciptakan bendera dan panji-panji Kedatuan dengan komposisi dwi warna, merah dan putih. Bendera itu disebutnya Seka Saka. Sebagian sumber mengatakan Heka Saka yang kurang lebih secara harafiah berarti Kain Naik. Bentuknya empat persegi, yang warna merah kedudukannya di tengah dan yang putih di bagian pinggir.  Kedua warna khas ini merupakan simbol dari kekuatan Mawendo (Dewa Laut) dan Aditinggi (Dewa Gunung). Mawendo dimaknai sebagai simbol dari keberanian dan kegigihan di lautan, sedangkan Aditinggi dimaknai sebagai simbol dari Keagungan dan kebijaksanaan di daratan. Sehingga pesan simbolik dari Seka Saka adalah hidup berani dalam kebijaksanaan. Melalui Seka Saka, pencipta bendera Kedatuan Siau berhasil menyatukan dua ranah tradisi bahasa laut (Sasahara) dan bahasa darat (Sasaili) menjadi kesatuan simbolik yang mencerminkan watak dan kepribadian manusia.
Meski seluruh kerajaan, kedatuan dan kesultanan se Nusantara hidup dalam penjajahan bangsa-bangsa barat hingga berabad-abad lamanya, akan tetapi di Istana Kerajaan Siau, hingga tahun 1866 penggunaan bendera Seka Saka masih terus menjadi tradisi dan nilai-nilai simbolik dari perjuangan di segala bidang.
Makam Raja Jacob Ponto. Photo Agus Mulyana

Ketika pada tahun 1850, saat Raja Nicolaas Ponto wafat, sulit dicari penerus tampuk pemerintahan raja, karena Raja Nicolaas tidak mempunyai keturunan. Maka berkumpullah anggota Komolang Bobatu Datu atau sejenis Majelis Permusyawaratan Kerajaan untuk memilih raja baru. Majelis menelisik keturunan dari adik kandung Nicolaas yang menetap di Bolaangitang. Sehingga lahirlah kesepakatan majelis untuk mengutus Dulag Kansil ke Bolaangitang. Dulag Kansil berhasil menemui saudara kandung Raja Nicolaas yang bernama Daud Ponto, kemudian memboyong putera Daud Ponto ke Siau dan diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Kerajaan pada tahun 1850. Sejak itu, untuk pertama kali, Kerajaan Siau dipimpin oleh seorang raja yang beragama Islam dan diterima oleh seluruh penduduk kerajaan yang beragama Katolik dan Protestan.

Raja Jacob Ponto.....
Selengkapnya di: http://www.kompaq.id/berita-setiap-17-agustus-warga-sangkanurip-cirebon-melaksanakan-upacara-bendera-di-makam-raja-siau.html#ixzz5OfTSdKpB