Sejarah Kerajaan Siau

Kedatuan Awal Siau
Sumber Foto: Google Map
Gambar : Steven Aling
Kedatuan (kerajaan) Siau, sebuah sistem pemerintahan komunal masa lampau yang berkedudukan di pulau Siau (02o 45’ 00’’ LU dan 125o 23’ 59’’ BT), pemimpin dari sistem ini digelari DATU – sebuah kosa kata bahasa Melayu Kuno. Didirikan oleh Lokongbanua (II) yang merupakan anak dari Pahawonsuluge dengan Hiabe Lombun Duata. Dia sekaligus didaulat menahkodai Kedatuan Siau pada tahun 1510.
Dalam berbagai catatan sejarah, kerajaan ini pernah memiliki bagian kerajaan yang meliputi bagian selatan Sangihe, pulau Tagulandang, pulau Kabaruan (Talaud), pulau-pulau teluk Manado (kerajaan Bawontehu), serta di wilayah pesisir jazirah Sulawesi Utara (Minahasa Utara), dan wilayah kerajaan Bolangitan atau Kaidipang (Bolaang Mongondow Utara). Bahkan pernah melakukan ekspansi sampai ke wilayah Leok Buol dan Makassar demi mengejar armada laut kerajaan Makassar yang tengah menduduki Bolaang Mongondow.
Pada masa kepemimpinan Raja Lokongbanua II ini (1510-1549), agama Katolik diperkenalkan di pulau Siau pada tahun 1516 melalui sebuah rombongan ekspedisi bangsa Portugis yang dipimpin oleh Diego de Magelhaes. Rombongan ini menggelar ibadah misa Paskah di Kakuntungan, ibukota kerajaan waktu itu. Karena momen inilah Kakuntungan pada akhirnya lebih dikenal dengan nama barunya, Paseng.

Istana Katutungang dilihat dari Laut
Sumber Foto: Google Map
Gambar : Steven Aling

Paseng bukan satu-satunya yang ditetapkan sebagai ibukota kerajaan Siau. Karena tercatat juga antara lain Pehe, Ondong, dan Ulu (Hulu Siau) pernah menjadi ibukota dari kerajaan ini. Perpindahan ini disebabkan karena beberapa alasan, tapi yang terutama adalah alasan kondisi alam yang tidak memungkinkan akibat aktifitas gunung api aktif Karangetang.

Raja kedua adalah Raja Posumah, yang memerintah sejak tahun mangkatnya Lokongbanua II; 1549 sampai 1587. Pada masa kepemimpinan raja inilah Katolik mendapat tempat bagi benih agama kerajaan. Raja Posumah dibaptis di sebuah sungai di Manado, lalu mendapat nama baptis Don Jeronimo atau yang juga dikenal dengan sapaan Hieronimus.

Lokasi Istana Katutungang (Istana Pertama Kerajaan Siau)
Di Paseng - Siau Barat
Sumber Foto: Google Map
Gambar : Steven Aling

Kerajaan ini sempat mengalami kekosongan tampuk pemerintahan selama 4 tahun sejak mangkatnya Raja Posumah. Raja ketiga dipegang oleh Winsulangi atau yang dikenal dengan nama baptis Don Jeronimo Winsulangi pada tahun 1591 sampai 1639 dengan pusat pemerintahan di Pehe. Di masa kepemimpinan raja ini diadakan sebuah perjanjian kerjasama keamanan dan perlindungan dengan gubernur Spanyol untuk wilayah Asia di Manila, Philipina pada tahun 1594. Sejak itu kerajaan Siau dijaga oleh Spanyol. Dua benteng pertahanan yang dirintis bangsa Portugis, Santa Rosa dan Gurita, berisi tentara Spanyol dan sekaligus menjadi tempat bermukimnya para pendeta Spanyol, Portugis dan Italia.
Siau yang hakikinya diperkenalkan oleh beberapa pihak sebagai sebuah kerajaan tunggal dengan pusat pemerintahan di pulau Siau ini ternyata bukan satu-satunya kerajaan di sana. Bahkan ironisnya, pada sebuah referensi kuno Winsulangi tercatat bukan sebagai datu di Siau tapi sebagai datu di Pehe, hanya sebagai salah satu kerajaan di pulau Siau. Raja Siau justru dipegang oleh Mohonise pada waktu itu.

Namun demikian, Winsulangi merupakan pemimpin yang progresif. Pernah kehilangan tampuk kekuasaannya pada tahun 1614 ketika pusat kedatuan di Siau diduduki Belanda dan Ternate saat dia tengah memadamkan pemberontakan di Tagulandang. Tragedi pendudukan Belanda dan Ternate pada tahun 1614 ini mengakibatkan sebanyak 499 orang Siau ditangkap dan dibawa paksa ke Banda untuk menjadi pekerja pada perkebunan pala. Akibat kejadian pendudukan tersebut Winsulangi harus menyinggkir ke Manila bersama Putra Mahkota Kedatuan Siau, Batahi. Pada masa pengungsian ini Batahi memperoleh gelar akademis sebagai sarjana pada perguruan tinggi Jesuit di dalam benteng Intramuros Manila. Winsulangi beserta Batahi kembali merebut kedatuan dari tangan Belanda-Ternate pada tahun 1924 dengan partisipasi aktif dari Spanyol.

Lapangan Segitiga di Lokasi Istana Katutungang
Sumber Foto: Google Map
Gambar : Steven Aling
Di masa ‘damai’ hubungan dengan Spanyol ini banyak dari kalangan kedatuan/kerajaan yang berada di kawasan Nusa Utara telah mengecap pendidikan tinggi dengan gelar sarjana. Perguruan yang sering menjadi tujuan belajar antara lain Sekolah Katolik di Maluku, pendidikan tinggi Jesuit di Manila, dan Universitas Santo Thomas.
Anak dari Winsulangi, Batahi, meneruskan tahta kedatuan ayahnya. Di masa pemerintahan Batahi inilah banyak fenomena yang terjadi berhubungan dengan berbagai aksi spektakuler dan kepahlawanan dari panglima perang Hengkeng U Naung. Di antaranya seperti kisah yang ditulis oleh H.B. Elias dalam buku Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia di Siau (1973).

Adapun Urutan Raja-Raja yang memerintah di Kerajaan Siau adalah sebagai berikut :

1.    Datu Lokongbanua (1510 - 1545)
2.    Datu Posuma (1549 - 1587)
3.    Datu Wuisang (1587 - 1591)
4.    Datu Winsulangi (1591 - 1631)
5.    Datu Batahi (1631 - 1678)
6.    Raja Monasehiwu (Saverius Jacobus) (1678 - 1680)
7.    Raja Raramenusa (Hendrik Daniel Jacobus) (1680 - 1716)
8.    Raja Lohindtundali (David Jacobus) (23 Juli 1716 - 1752)
9.    Raja Mahengkelangi (Ismail Jacobus) (1752 - 1788)
10.  Raja Begandelu (Erikus Jacobus) (1788 - 1790)
11.   Raja Umboliwutang (Egenius Jacobus) (1790 - 1821)
12.  Raja Batahi II (Fransisco Paparang) (1822 - 1838)
13.  Raja Nicolaus Ponto (1838 - 1850)
14.  Raja Jacob Ponto (1850 - 1866)
15.  Presiden Raja Mozes Tamaka (1867 - 1874)
16.  Presiden Raja Andris Salindeho (1889 - 1890)
17.  Presiden Raja Lemuel David (1890 - 1895)
18.  Raja Manalang Dulage Kansil (1895 - 1906)
19.  Raja Abraham Jacob Mohede (1906 - 1913)
20.  Raja Anthony Jafet Bogar (1913 - 1918)
21.  Raja Antoni Dulage Laihad (1918 - 1920)
22.  Raja Lodewijk Nikolas Kansil (1920 - 1929)
23.  Raja Hendrik Philips Jacobz (1929 - 1930)
24.  Raja Aling Janis (1930 - 1935)
25.  Raja P. F. Parengkuan (1936 - 1945)
26.  Raja Ch. David (1947 - 1956)

Kerajaan Siau berakhir pada tahun 1956 semenjak Raja Ch. David diangkat sebagai Wedana dan wilayah Siau, Tagulandang dan Biaro masuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sangihe.