KISAH HENGKENG U NAUNG
PANGLIMA PERANG KERAJAAN SIAU
Makam Panglima Hengkeng U Naung - di Timeno - Kiawang |
Tindakan
patriotik dilakukan pertama kali setelah dirinya berhasil mendamaikan
Mahonis (Jogugu Ulu) dengan D'Arras (Jogugu Ondong), sehingga Datu
Winsulangi mengangkat Hengkeng U Naung menjadi Kontraktor Proyek
Pembangunan Armada Angkatan Laut pada tahun 1612. Proyek tersebut tuntas
dilaksanakan. Hengkeng menciptakan Jubah Sakti dari Benang Sakede yang
tak bisa ditembusi parang bara dan tombak.
BATU NISAN HENGKENGUNAUNG - I BAWATA NUSA |
Hengkeng
U Naung diminta jasanya untuk memberantas tindakan teror Makaampo dan
berhasil mengamankan Tampungang Lawo (Sangihe). Setelah itu dirinya
beradu kesaktian dengan seorang pahlawan Dagho, Ansuang Killa.
Pertempuran keduanya berimbang dan berakhir dengan genjatan senjata
karena tidak ada pihak yang kalah.
Dirinya
bersua dengan gadis pemain musik Olri di Mahangetang dan menjadi
partner hidup sekaligus mitra berperang melawan teroris Onding yang
meneror kehidupan rakyat Makalehi. Dengan senandung Sasambo dan alunan
musik Olri isterinya, Hengkeng U Naung berhasil mengamankan rakyat
Makalehi dari teror Onding.
Pada
tahun 1621 Hengkeng U Naung berhasil mengamankan Kabaruan dari kemelut
dan gejolak perang saudara di kawasan Porodisa sehingga Kabaruan menjadi
daerah kekuasaan Siau. Sikap patriotismenya terus bertumbuh-kembang.
“…Kira-kira pada tahun 1640 maka pengawal di Timeno memberitahukan
kepada Laksamana bahwa ada konvoi bajak laut Mindanao lewat berlayar ke
Selatan. Laksamana Hengkeng U Naung pun segera menyiapkan perahunya dan
mengikuti bajak laut itu dari belakang. Kejar punya kejar ternyata bajak
laut itu memasuki teluk Kora-kora (kini) mendarat di sana dan naik
menuju Tondano. Hengkeng U Naung pun tiba di tempat itu (di panatai
Kora-kora). Penjaga perahu Mindanao ditumpas dan Hengkeng U Naung
mengikuti gerakan pasukan Mindanao itu dari belakang. Tiba di perbatasan
jalan antara Tomohon dan Tondano ternayata Mindanao sudah perlibat
dalam prtempuran melawan pasukan Tomohon-Tondano dalam satu perkelahian
yang sengit.
Foto: Pantai Timeno Dibalik Makam Hengkeng U Naung |
Setelah
menaruh kirai akan terrain itu, Hengkeng U Naung memerintahkan
pasukannya turut membantu Tomohon Tondano dalam perlawanan mereka
terhadap serangan bajak laut Mindanao. Kalau sebelumnya ada kans bagi
Mindanao keluar sebagai pemenang dari kancah pertempuran, tetapi dengan
turut campurnya pasukan Angkatan Laut dari Kerajaan Siau, maka sudah
tertentu akhirnya peperangan. Semua bajak laut Mindanao itu habis
tertumpas tidak seorang yang tinggal hidup. Dan di atas mayat-mayat yang
bergelimpangan itu menari bahu membahu pasukan-pasukan pemenang
bersoraksorak teriakan kemenangan. Oleh mereka itu sebagai
kenang-kenangan yang hidup akan kemenangan yang telah tercapai bersama
tempat yang menjadi medan pertempuran itu dinamainya ‘Kasuang’, artinya
dalam bahasa Siau: mayat. Hengkeng U Naung spontan ditahan oleh
kepala-kepala pasukan Minahasa (kepala balak-balak) untuk turut hadir
dalam pesta kemenangan yang lantas diselenggarakan.
Dalam
salah satu pidato yang diucapkan oleh wakil Minahasa dalam kesukaan
yang tiada habis-habisnya itu ia berkata: bahwasanya sudah diputuskan
dan diatur sebagai permohonan kepada pasukan dari Siau untuk menetap di
Minahasa di mana saja suka mereka tinggal. Permohonan itu ditolak oleh
Hengkeng U Naung, karena misinya belum selesai.
Sesudah
mengadakan perembukan berhubung penolakan itu, maka hari esoknya
kepala-kepala balak itu berkata: bahwa Minahasa sudah dibagi kepada 8
suku bangsa Minahasa, ada pulau yang tersisa di luar pembahagian maka
biarlah pulau itu dihadiahkan kepada Hengkeng U Naung sebagai tanda
persahabatan yang abadi antara Siau dan Minahasa. Hadiah itu diterima
oleh Hengkeng U Naung dan nanti dilaporkan kepada Baginda Raja Batahi…”
Kasuang
sampai sekarang masih merupakan salah satu nama tempat di perbatasan
Tomohon-Tondano. Menurut beberapa informasi, tombak ‘perjanjian damai’
Hengkengnaung ini masih tertancap di tempat semula. Itulah ekspedisi
perdana seorang pahlawan yang berjuluk Bawata Nusa ini.
Hengkeng U Naung, atas perintah Raja Batahi melakukan ekspedisi kedua ke selatan untuk tujuan mengejar dan menaklukan semua bentuk kejahatan. Beberapa kerajaan lokal yang berkarakter keras dan menyengsarakan rakyatnya sendiri turut diberi pelajaran. Semisal Raja Makaaloh di Talawaan berhasil ditaklukan pada tahun 1642 dan Angkoka, Raja Singkil yang berhasil ditundukkan pada tahun berikutnya.
Armada
Angkatan Perang Kora-Kora dan Bininta Hengkeng U Naung tiba di Leok
Buol pada tahun 1645, berhasil menghalau Angkatan Laut Kerajaan Gowa
yang hendak menaklukan kawasan Utara Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara).
Angkatan Laut Kerajaan Gowa hancur lebur di pantai laut Leok Buol.
Kerajaan Gowa kemudian meminta kerjasama Pasukan Hengkeng U Naung untuk
berperang melawan Kerajaan Bone pimpinan Arung Palakka yang dibawa
pengaruh Belanda. Arung Palakka melarikan diri ke Batavia seraya meminta
bantuan Belanda sebelum meletusnya Perang Makasar antara Gowa dan Bone
pada tahun 1666.
Pada
tahun yang sama (1666), Pasukan Kora-Kora pimpinan Hengkeng U Naung
sudah kembali ke pangkalan Angkatan Laut di Kedatuan Siau karena
mendapat kabar bahwa penghuni Benteng Kastila (Tentara Portugis) sedang
melakukan tindakan teror pada penduduk Siau. Ancaman Dalam Negeri ini
lantas diberangus oleh Laskar Hengkeng U Naung sampai penduduk kembali
hidup merdeka.
Pada
usia yang tua (80 tahun) yaitu pada tahun 1668, Hengkeng U Naung
meninggal dunia dengan damai dan dimakamkan oleh keluarganya di tempat
yang diamanatkannya, Timeno Kiawang.
Foto : Bersama Tim Pecari Jejak-Jejak Leluhur di Makam Hengkengunaung |