Wisata Sejarah Makam Hengkengunaung

KISAH HENGKENG U NAUNG
PANGLIMA  PERANG KERAJAAN SIAU

Makam Panglima Hengkeng U Naung - di Timeno - Kiawang

Hengkeng U Naung, pahlawan dari Timeno Kiawang Siau lahir tahun 1590. Sejak kecil giat melatih dirinya dengan keahlian bergulat dan tangkas bermain pedang bara pada usia belasan tahun. Di umur 20 tahun berjumpa D'Arras jogugu Ondong menjadi salah satu tentara ahli dalam bidang kelautan.
Tindakan patriotik dilakukan pertama kali setelah dirinya berhasil mendamaikan Mahonis (Jogugu Ulu) dengan D'Arras (Jogugu Ondong), sehingga Datu Winsulangi mengangkat Hengkeng U Naung menjadi Kontraktor Proyek Pembangunan Armada Angkatan Laut pada tahun 1612. Proyek tersebut tuntas dilaksanakan. Hengkeng menciptakan Jubah Sakti dari Benang Sakede yang tak bisa ditembusi parang bara dan tombak.

BATU NISAN HENGKENGUNAUNG - I BAWATA NUSA
Hengkeng U Naung diminta jasanya untuk memberantas tindakan teror Makaampo dan berhasil mengamankan Tampungang Lawo (Sangihe). Setelah itu dirinya beradu kesaktian dengan seorang pahlawan Dagho, Ansuang Killa. Pertempuran keduanya berimbang dan berakhir dengan genjatan senjata karena tidak ada pihak yang kalah.
Dirinya bersua dengan gadis pemain musik Olri di Mahangetang dan menjadi partner hidup sekaligus mitra berperang melawan teroris Onding yang meneror kehidupan rakyat Makalehi. Dengan senandung Sasambo dan alunan musik Olri isterinya, Hengkeng U Naung berhasil mengamankan rakyat Makalehi dari teror Onding.

Pada tahun 1621 Hengkeng U Naung berhasil mengamankan Kabaruan dari kemelut dan gejolak perang saudara di kawasan Porodisa sehingga Kabaruan menjadi daerah kekuasaan Siau. Sikap patriotismenya terus bertumbuh-kembang. “…Kira-kira pada tahun 1640 maka pengawal di Timeno memberitahukan kepada Laksamana bahwa ada konvoi bajak laut Mindanao lewat berlayar ke Selatan. Laksamana Hengkeng U Naung pun segera menyiapkan perahunya dan mengikuti bajak laut itu dari belakang. Kejar punya kejar ternyata bajak laut itu memasuki teluk Kora-kora (kini) mendarat di sana dan naik menuju Tondano. Hengkeng U Naung pun tiba di tempat itu (di panatai Kora-kora). Penjaga perahu Mindanao ditumpas dan Hengkeng U Naung mengikuti gerakan pasukan Mindanao itu dari belakang. Tiba di perbatasan jalan antara Tomohon dan Tondano ternayata Mindanao sudah perlibat dalam prtempuran melawan pasukan Tomohon-Tondano dalam satu perkelahian yang sengit.

Foto: Pantai Timeno Dibalik Makam Hengkeng U Naung
Setelah menaruh kirai akan terrain itu, Hengkeng U Naung memerintahkan pasukannya turut membantu Tomohon Tondano dalam perlawanan mereka terhadap serangan bajak laut Mindanao. Kalau sebelumnya ada kans bagi Mindanao keluar sebagai pemenang dari kancah pertempuran, tetapi dengan turut campurnya pasukan Angkatan Laut dari Kerajaan Siau, maka sudah tertentu akhirnya peperangan. Semua bajak laut Mindanao itu habis tertumpas tidak seorang yang tinggal hidup. Dan di atas mayat-mayat yang bergelimpangan itu menari bahu membahu pasukan-pasukan pemenang bersoraksorak teriakan kemenangan. Oleh mereka itu sebagai kenang-kenangan yang hidup akan kemenangan yang telah tercapai bersama tempat yang menjadi medan pertempuran itu dinamainya ‘Kasuang’, artinya dalam bahasa Siau: mayat. Hengkeng U Naung spontan ditahan oleh kepala-kepala pasukan Minahasa (kepala balak-balak) untuk turut hadir dalam pesta kemenangan yang lantas diselenggarakan.

Dalam salah satu pidato yang diucapkan oleh wakil Minahasa dalam kesukaan yang tiada habis-habisnya itu ia berkata: bahwasanya sudah diputuskan dan diatur sebagai permohonan kepada pasukan dari Siau untuk menetap di Minahasa di mana saja suka mereka tinggal. Permohonan itu ditolak oleh Hengkeng U Naung, karena misinya belum selesai.

Sesudah mengadakan perembukan berhubung penolakan itu, maka hari esoknya kepala-kepala balak itu berkata: bahwa Minahasa sudah dibagi kepada 8 suku bangsa Minahasa, ada pulau yang tersisa di luar pembahagian maka biarlah pulau itu dihadiahkan kepada Hengkeng U Naung sebagai tanda persahabatan yang abadi antara Siau dan Minahasa. Hadiah itu diterima oleh Hengkeng U Naung dan nanti dilaporkan kepada Baginda Raja Batahi…”

Kasuang sampai sekarang masih merupakan salah satu nama tempat di perbatasan Tomohon-Tondano. Menurut beberapa informasi, tombak ‘perjanjian damai’ Hengkengnaung ini masih tertancap di tempat semula. Itulah ekspedisi perdana seorang pahlawan yang berjuluk Bawata Nusa ini.

Hengkeng U Naung, atas perintah Raja Batahi melakukan ekspedisi kedua ke selatan untuk tujuan mengejar dan menaklukan semua bentuk kejahatan. Beberapa kerajaan lokal yang berkarakter keras dan menyengsarakan rakyatnya sendiri turut diberi pelajaran. Semisal Raja Makaaloh di Talawaan berhasil ditaklukan pada tahun 1642 dan Angkoka, Raja Singkil yang berhasil ditundukkan pada tahun berikutnya.

Armada Angkatan Perang Kora-Kora dan Bininta Hengkeng U Naung tiba di Leok Buol pada tahun 1645, berhasil menghalau Angkatan Laut Kerajaan Gowa yang hendak menaklukan kawasan Utara Pulau Sulawesi (Sulawesi Utara). Angkatan Laut Kerajaan Gowa hancur lebur di pantai laut Leok Buol. Kerajaan Gowa kemudian meminta kerjasama Pasukan Hengkeng U Naung untuk berperang melawan Kerajaan Bone pimpinan Arung Palakka yang dibawa pengaruh Belanda. Arung Palakka melarikan diri ke Batavia seraya meminta bantuan Belanda sebelum meletusnya Perang Makasar antara Gowa dan Bone pada tahun 1666.

Pada tahun yang sama (1666), Pasukan Kora-Kora pimpinan Hengkeng U Naung sudah kembali ke pangkalan Angkatan Laut di Kedatuan Siau karena mendapat kabar bahwa penghuni Benteng Kastila (Tentara Portugis) sedang melakukan tindakan teror pada penduduk Siau. Ancaman Dalam Negeri ini lantas diberangus oleh Laskar Hengkeng U Naung sampai penduduk kembali hidup merdeka.

Pada usia yang tua (80 tahun) yaitu pada tahun 1668, Hengkeng U Naung meninggal dunia dengan damai dan dimakamkan oleh keluarganya di tempat yang diamanatkannya, Timeno Kiawang.
Foto : Bersama Tim Pecari Jejak-Jejak Leluhur di Makam Hengkengunaung