LEGENDA PANTAI TIMBA'KO
Kata
Timba’ko berasal dari kata timba atau kayuh. Timba adalah alat untuk menimba
air dari dalam sumur, bak mandi dan lain-lain. Di wilayah Desa Mini terdapat
pantai kecil yang memiliki Mata Air Panas yang berasal dari Kawah Gunung Api
Karangetang. Sejak dahulu pantai ini sudah menjadi tempat bermain dan tempat
mandi bagi anak-anak maupun orang tua. Mereka bisa terjun dengan leluasa dari
atas batu yang tinggi ke air laut dibawahnya.
Tempat Mandi dan Bermain Kaum Perempuan |
Saat musim
panas tiba masyarakat akan turun ke pantai untuk mandi dan mencuci pakaian. Pantai
Timba’ko diapit oleh 2 tanjung, yang berada disebelah selatan adalah tempat
mandi, bermain dan terjun khusus perempuan sedangkan yang dibagian utara adalah
tempat mandi para lelaki.
Di bagian selatan
pantai kurang lebih 50 m terdapat tanjung yang oleh masyarakat setempat
dinamakan “Tonggeng Nagha”. Di atas tanjung ini berdiri sebuah rumah yang
disebut “rumah panjang” ada 2 orang yang pernah mendiami rumah ini yakni “OPO
TAGONGGONG” dan “OPO TAMARA”
Tempat Mandi Kaum Lelaki |
OPO
TAGONGGONG mempunyai keahlian memainkan alat
musik tagonggong sementara OPO TAMARA adalah Kapitalau atau Kepala Desa.
Pada zaman penjajahan Jepang Opo
Tamara sudah menempati rumah tersebut sehingga rumah tersebut banyak didatangi
para tamu, baik tamu dari Kerajaan Siau maupun tentara Jepang dengan tujuan
untuk mandi air panas. Di rumah panjang tersebut terdapat beberapa bak
berukuran kecil yang dibangun khusus untuk menampung air panas tempat mandi
para tamu.
Ketika ada tamu yang akan datang Opo
Tagonggong memukul alat musik tagonggong sebagai pemberitahuan kepada
masyarakat dan memanggil beberapa orang untuk mengambil air panas dari pantai
dan mengisi bak-bak air sampai penuh atas perintah Opo Tamara. Masyarakat yang
dipanggil itu adalah orang-orang yang kena sangsi/hukuman di kampung atas
pelanggaran yang dibuat seperti berteriak, berkelahi, dll.
Karena seringnya rumah tersebut
didatangi para tamu yang bertujuan untuk mandi air panas, maka Opo Tamara
memerintahkan masyarakat untuk mengisi bak-bak air dengan air panas yang dalam
bahasa daerah berkata “Panimba, ko ake mateti suapeng gunang u
dariahi su manga sake ko dimenta mendeno”. Tempat yang terdekat dengan
rumah tersebut adalah di pantai kecil itu. Karena seringnya masyarakat
mengambil air panas untuk mandi para tamu, maka Opo Tamara memberi nama pantai
tersebut “TIMBA’KO” yang berarti
menimba atau mengayuh.
Jadi
pemberian nama TIMBA’KO nanti diberikan oleh Kapitalau atau Kepala Desa yakni
Bapak Amrosius Tamara (OPO TAMARA).
Selesai
Sumber: Sinorita Lumiu
(Turunan Ketiga Opo Tamara)